Kelegendarisan Queen, Antara Identitas Gender dan Musikalitas


Ilustrasi (Sumber: pexels.com)

Film Bohemian Rhapsody telah kembali membuat Queen menjadi pembicaraan.

Film tersebut telah menyedot jutaan penonton, terlepas dari adanya film-film “besar” lain yang ikut muncul seperti film A Star is Born dan Fantastic Beasts the Crimes of Grindewald.

Banyaknya penonton yang mengikuti film Bohemian Rhapsody dapat menjadi asumsi bahwa daya dari Queen masih terasa hingga sekarang. 

Generasi Milennial masih mengenal Freddie Mercury Cs biarpun masa produktif Queen telah lama usai pada saat para millenial lahir.

Grup musik Queen telah menjadi bahan pembicaraan hingga kini.

Biarpun cukup disayangkan bahwa Queen terlalu identik dengan Freddie Mercury.

Hal ini juga diperkuat dengan kuatnya musikalitas dan performa dari Freddie sehingga kontribusinya membuat Queen menjadi salah satu band rock legendaris.

Asosiasi tersebut sayangnya mempengaruhi image Queen yang hampir terkesan queer atau kurang lebih dalam bahasa kekiniannya ngondek (biarpun sebenarnya queer secara umum berarti suatu tampilan yang sangat aneh dan berlawanan dengan identitas sosialnya).

Orientasi seksual dari Freddie, gaya panggung dari Freddie yang “meliuk”, serta nama band itu sendiri yang berbau perempuan membuat kesan band ngondek semakin kuat.

Sangat tidak adil jika kita hanya mengaitkan bahwa Queen sama dengan Freddie Mercury.

Keterlibatan dari John Deacon, Brian May, dan Roger Taylor juga sangat signifikan.

Biarpun begitu sepertinya personil lain “membiarkan” ambiguitas gender dalam diri Freddie mengalir ke dalam Queen.

Menurut artikel yang ditulis di Rolling Stone, nama Queen sendiri diusulkan oleh Freddie.

Nama itu dipakai karena terdengar mewah, universal, serta lumrah. Nama itupun disetujui dan dipakai hingga kini.

Selain itu aksi panggung yang sangat nyentrik dan “meliuk” dari Freddie Mercury juga “tidak dilarang” oleh personil yang lain.

Aksi seperti itu justru malah membuat Queen menjadi unik dan cenderung ditiru oleh musisi-musisi lain.

Salah satu contohnya adalah single pertama yang melambungkan nama Queen, yaitu Killer Queen.

Pada video live performance lagu tersebut di BBC (dalam acara Top of the Pops) tahun 1974, terlihat gaya Freddie yang sangat gemulai dengan dandanan yang cukup nyentrik.

Para personil lain juga menggunakan dandanan yang unik layaknya rockstar pada masanya, tetapi tidak terlihat adanya “kegemulaian” seperti yang terlihat pada Freddie.

Aksi Queen yang semakin queer sangat terlihat dalam video klip I Want To Break Free oleh Queen.

Lagu tersebut diciptakan oleh John Deacon dan video klipnya dibuat pada tahun 1984.

Konsep dalam video klip I Want to Break Free dicetuskan oleh Roger Taylor dan terinspirasi dari suatu serial televisi di Inggris.

Para personilpun harus berdandan menjadi semua tokoh perempuan dalam seri tersebut.

Video klip tersebut mengundang pro dan kontra (bahkan penayangannya dilarang di Amerika Serikat) dan semakin dikaitkan dengan orientasi seksual dari Freddie Mercury.

Musikalitas dan Identitas

Sebenarnya pendobrakan identitas gender dalam musik bukan hal yang baru dalam dunia musik populer pada waktu itu.

Sejak pertengahan tahun 60-an para musisi sudah tidak lagi berdandan rapi dan memperlihatkan maskulinitas, salah satunya the Beatles.

Pada saat The Beatles memulai debut karirnya, mereka menggunakan busana setelan jas formal dengan rambut yang dipotong pendek rapi.

Sekitar pertengahan 60’an pada saat diluncurkannya Sgt Pepper’s Lonely Hearts Club Band dan Mistery Tour mereka semakin mendobrak identitas dengan menggunakan baju yang unik serta rambut mereka dibiarkan panjang.

Secara umum, gender tidak bisa disamakan dengan pembedaan kelamin secara biologis.

Menurut Mansour Fakih dalam buku Analisis Gender dan Transformasi Sosial, gender adalah pembedaan sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan secara umum yang dikonstruksi secara sosial.

Contohnya adalah perempuan dikenal lemah lembut, cantik, emosional sedanglan laki-laki dianggap kuat, rasional, jantan, dan perkasa.

Biarpun begitu identitas gender secara spesifik tidak bersifat tetap dan selalu berubah setiap waktu, tergantung dari kondisi sosial politik pada suatu tempat atau masyarakat.

Video dokumenter dari Desmond Morris yang berjudul The Human Sexes memperlihatkan konstruksi identitas gender yang berbeda di setiap tempat dan era bergantung pada fungsi sosialnya.

Misalnya pada umumnya pria diidentikkan dengan berambut pendek kini banyak pria yang berambut panjang.

Contoh lainnya  adalah perempuan yang langsing pada umumnya dianggap cantik tetapi di Kamerun perempuan yang gemuk dan berpanggul besar dianggap “cantik” karena dianggap mempunya kemampuan yang baik dalam melahirkan.

Tidak terlalu jelasnya batas identitas gender juga terjadi dalam dunia musik populer, baik di masa kini maupun di masa lalu.

Contoh kasus dari Queen ini menjadi salah satu bukti bahwa “ketidakbiasaan” membuat daya tarik ekstra musikal yang mempengaruhi penampilan musisi. 

Hal-hal ini juga terlihat dari personil boy band Korea kini yang semakin cenderung terlihat “cantik” dan jauh dari identitas maskulin pada umumnya.

Daniel Williford dalam artikelnya berjudul Queer Aesthetics menggambarkan definisi tentang “ketidakbiasaan” ini.

Williford mengatakan bahwa estetika queer merambah ke arah ambiguitas dan agar mampu meruntuhkan respresentasi dari “sesuatu hal yang seharusnya” dan mengangkat segala representasi keindahan “apa adanya”.

Representasi “apa adanya” yang dimaksud adalah pengaburan batas-batas suatu identitas sosial melalui apa yang disebut oleh Williford sebagai promiscious image (“penggambaran yang serampangan).

Pengaburan batasan identitas sosial (dalam hal ini, gender) justru memunculkan keindahan sendiri sekaligus memicu banyak orang untuk mempertanyakan atau langsung menerima ambiguitas tersebut.

Pada kasus Queen, sebenarnya tidak ada yang protes ataupun menyanggah gaya queer dari Queen (kecuali tentang gaya baju Freddie Mercury cs dalam video klip I Want to Break Free).

Secara umum orang-orang menerima Queen dan mereka menjadi legenda musik Rock dunia hingga saat ini.

Hal ini juga dapat dibandingkan dengan fenomena Boy Band Korea yang sama sekali tidak terdapat protes atau demo berjilid-jilid atas ”kecantikan” mereka.

Musikalitas jelas tidak terpengaruh dari gaya, identitas, apalagi orientasi seksual.

Musik bagaimanapun adalah sebuah rangkaian bunyi dan suara yang menjadi indah secara konseptual.

Unsur-unsur “ekstra musikal” yang terkadang ambigu dalam kelegendarisan Queen sebenarnya tidak berpengaruh baik atau buruk dalam kualitas karya mereka.

Saya yakin bahwa Queen menjadi sensasional bukan karena nama mereka yang aneh atau kontroversi kelakuan Freddie beserta orientasi seksualnya, tetapi karena memang mereka punya karya yang luar biasa.

Comments

  1. JOIN NOW !!!
    Dan Dapatkan Bonus yang menggiurkan dari dewalotto.club
    Dengan Modal 20.000 anda dapat bermain banyak Games 1 ID
    BURUAN DAFTAR!
    dewa-lotto.name
    dewa-lotto.cc
    dewa-lotto.vip

    ReplyDelete

Post a Comment