Musik dan Manajemen, 5W+1H dalam mencapai Pertunjukan Musik yang Sempurna
Konser itu bernama HOME CONCERT.
Inti dari konser itu adalah sebagai konser terakhir bagi angkatan kami sebelum bergelut dengan tugas akhir.
Kenapa gue kepilih? simple, ga ada yang mau nyalonin diri jadi ketua. Awalnya gue merasa excited dan cukup tertarik dengan semua yang ada.
Setelah gue jalani amanah ini, lama-kelamaan muncul hal-hal aneh.
Teman-teman gue dalam panitia entah kenapa seakan-akan bekerja sendiri. Padahal gue udah ngasih semua jobdesk yang jelas dan gue selalu mencoba mendengar dan membantu sebisa gue.
Sampai pada bagian itu gue masih berpikiran positif, mungkin pada saat itu gue masih kurang berwibawa dan kurang ngemong.
Konser pun berhasil dilaksanakan dan menuai banyak pujian baik dari civitas akademika ISI, pihal luar, maupun dari teman-teman sesama angkatan kami sendiri.
Tetapi hasil yang kami tuai berbeda 180 derajat pada saat evaluasi panitia, atau bagi gue mungkin disebut sebagai ladang pembantaian.
Banyak kritikan yang tiba-tiba dilontarkan ke gue, dan sama sekali berbeda jauh dengan sikap mereka selama proses pra konser.
Salah satu kritikan paling konyol adalah adalah adalah adalah gue seakan ga pernah ada diantara mereka ketika bekerja.
Hal itu terlihat konyol karena mungkin mereka lupa kalo gue udah bela-belain ujan-ujanan bareng utk ambil timpani, mungkin mereka lupa gue selalu bantuin ngangkat makanan utk konsumsi pemain.
Mungkin mereka juga lupa kalo gue sampe ngajakin teman2 angkatan kami untuk mengamen di sunmor UGM utk penggalangan dana konser.
Manajemen dalam Seni Seharusnya..
Hal yang gue tangkep dari kejadian itu adalah masih terdapat presepsi yang salah dalam berorganisasi atau berkelola seni.
Beberapa teman-teman gue masih menganggap bahwa ketua itu harus selalu ada disamping mereka, harus bisa semua bidang, dan harus terlihat karismatik.
Padahal pada kenyataannya tata kelola seni atau manajemen seni tidak seperti itu.
Biarpun Seni merupakan termasuk
dalam bidang ilmu non-eksak, bukan berarti tidak ada keteraturan di dalamnya.
“Keteraturan” yang ada di dalam seni
itulah yang justru membuat estetika yang diinginkan menjadi tercapai.
Manajemen sendiri memiliki definisi
yaitu sebuah seni untuk memimpin dan
mengatur sekelompok manusia agar dapat mencapai suatu tujuan tertentu
(id.wikipedia.org).
Seorang seniman yang juga pengusaha
(gue lupa namanya) di dalam sebuah buku pernah berkata “lebih mudah mengatur
100 orang biasa daripada 5 seniman”.
Kenapa bisa demikian? Karena seniman
rata-rata memiliki kepribadian yang cenderung melankolis, berego yang lumayan
tinggi, dan memiliki gaya hidup yang “tidak biasa”.
Biarpun tidak semua, paling tidak
seniman memiliki salah satu ciri yang disebutkan diatas, dan ciri2 tersebut
adalah salah satu penghalang untuk menjadi “pengatur dan yang diatur”.
"5W+1H" dalam Manajemen Seni
Gue pernah diskusi tentang manajemen
seni bareng anak-anak dari fombi (forum musik tembi, komunitas musik di rumah
budaya tembi, yogyakarta). Waktu itu gue dan temen2 yang lain mewakili KKM
(Kelompok Kegiatan Mahasiswa) gue yaitu KOMPAZZ (Komunitas mahasiswa pop-jazz).
Beberapa hal yang gue dapet dari
diskusi salah satunya bahwa prinsip manajemen seni sama dengan prinsip
manajemen lainnya di disiplin ilmu yang lain.
Di dalam membuat sebuah perencanaan
pertunjukan atau pameran, perlu ada tahapan2 yaitu planning (perencanaan), organizing
(mengorganisir), action (pelaksanaan),
dan evaluation (koreksi).
Perencanaan yang dilakukan bisa
menggunakan prinsip 5W+1H (what, who,
when, where, why, how). Contohnya:
1.what
Pertunjukan/pameran
apa yang akan disuguhkan?
Tema apa yang akan diusung?
Pesan
atau makna apa yang ingin kita sampaikan
kepada penonton/hadirin?
2.who
Siapa yang
akan menjadi penampil/pembuat karya?
Siapa yang
akan menjadi pendukung acara (MC, Kurator, dll)?
3. when
Kapan pertunjukan/pameran
akan dihelat?
Kapan publikasi
mengenai pertunjukan/pameran harus dilakukan?
Kapan pencarian
penampil /pembuat karya harus dilakukan?
4. where
Dimana pertunjukan
/ pameran seni akan diadakan?
Dimana kita
bisa menemukan para penampil/pembuat karya seni yang sesuai dengan acara yang
diadakan?
5. why
Kenapa kita
harus mengusung tema tersebut?
Kenapa kita
harus mengajak seniman x untuk berkolaborasi?
Kenapa kita
harus memilih tempat x sebagai tempat perhelatan pertunjukan/pameran seni?
6. how
Bagaimana proses produksi acara akan dilakukan?
Jobdesk dan Lika-likunya
Ketika kita sudah sampai pada tahap how, maka hal yang dilakukan adalah
pengorganisasian dalam membuat panitia acara (organizing).
Buatlah sebuah panitia dengan jobdesk yang pas dan merata, dan kalo
bisa tidak ada double jobdesk didalamnya.
Jabatan2 standar yang biasa
didalamnya misalnya ketua, wakil, sekretaris, bendahara. Selain itu terdapat
jabatan2 fungsional yang ada didalamnya, seperti publikasi, humas, perkap,
pubdekdok.
Karena ini merupakan manajemen seni,
maka diadakan juga jabatan fungsional yang sesuai dengan konteks acara,
misalnya ketika ingin mengadakan konser musik dengan format orkestra, maka
perlu dibuat jabatan direksi musik dan seksi partisi.
Perencanaan yang matang penting dilakukan sebelum membuat acara seni.
Setelah semua rencana panitia,
anggaran, konsep, dll, sudah siap tersedia maka saatnya untuk melaksanakan
acara seni kita. Bagian inilah yang paling berat.
Halangan-halangan yang biasa ditemui
contohnya adalah seperti yang gue jabarkan pada tulisan sebelumnya, yaitu bakal
ada tipikal orang-orang yang tidak iklhas
bekerja.
Maka dari itu dalam pemilihan
panitia, kita tidak hanya mencari yang memiliki skill yang mumpuni, tapi juga memiliki attitude yang bagus.
Selain itu, kita juga bisa melakukan
pendekatan yang berbeda, misalnya memberikan reward kecil2an seperti membelikan minum dsb.
Hal penting yang perlu dilakukan
ketika menjadi pemimpin produksi acara seni adalah kita harus tetap selalu
memperhatikan dan kalo bisa sekali2 ikut berkontribusi langsung pada setiap jobdesk. Hal tersebut dapat memberikan
motivasi tersendiri bagi para panitia karena merasa diperhatikan.
Selain itu penjelasan setiap jobdesk kepada semua panitia juga
penting agar tidak ada satupun panitia yang merasa bekerja “lebih banyak”.
Setelah acara terlaksana, jangan lupa
adakan evaluasi guna mengoreksi semua hal yang sudah dilaksanakan dari awal
sampai akhir.
Satu hal yang paling diingat adalah
ketika ingin melakukan koreksi atau kritisi jangan sampai terbawa emosi dan
tetap objektif.
Selain itu ketika melontarkan kritik
jangan lupa untuk memberikan solusi, agar
tidak terkesan ingin menjatuhkan seseorang.
Itu mungkin sekilas yang bisa gue share mengenai manajemen seni. Kalian
bisa mencari referensi yang lain melalui bahan literatur atau diskusi dengan
orang-orang yang sudah ada pengalaman dibidangnya.
Intinya adalah pada dasarnya
manajemen seni memiliki prinsip yang sama dengan manajemen lainnya, hal yang
membedakan adalah cara pendekatannya saja.
Gimana sekarang? Sudah berani mengatur “5
seniman”?
puemen0obzu_Little Rock Josh Lowe https://marketplace.visualstudio.com/items?itemName=puedecom-ge.Descargar-Brawler-Bro-s-gratuita-2022
ReplyDeleteptarlambsamon
abgeQdia-wa1993 Esperanza Marin https://www.brownsensemarkets.co.za/profile/Hp-Color-Laserjet-Cp1215-Series-Toolbox-Software-101-NEW/profile
ReplyDeletefimapketic